Mengingat mengenang
masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan di dalamnya merupakan
tindakan bodoh dan gila. Itu, sama artinya dengan membunuh semangat, memupuskan
tekad dan mengubur masa depan yang belum terjadi.
Bagi orang yang berpikir, berkas-berkas masa lalu akan
dilipat dan tak pernah dilihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu
disimpan dalam ‘ruang’ penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam ‘penjara’
pengacuhan selamanya. Atau, diletakkan di dalam ruang gelap yang tak tertembus
cahaya. Yang demikian, karena masa lalu telah berlalu dan habis. Kesedihan tak
akan mampu mengembalikannya lagi, keresahan tak akan sanggup memperbaikinya
kembali, kegundahan tidak akan mampu merubahnya menjadi terang, dan kegalauan
tidak akan dapat menghidupkannya kembali, karena ia memang sudah tidak ada.
Jangan pernah hidup dalam mimpi buruk masa lalu, atau di
bawah payung gelap masa silam. Selamatkan diri Anda dari bayangan masa lalu!
Apakah Anda ingin mengembalikan air sungai ke hulu, matahari ke tempatnya
terbit, seorok bayi ke perut ibunya, air susu ke payudara sang ibu, dan air
mata ke dalam kelopak mata? Ingatlah, keterikatan Anda dengan masa lalu,
keresahan Anda atas apa yang telah terjadi padanya, keterbakaran emosi jiwa
Anda oleh api panasnya, dan kedekatan jiwa Anda pada pintunya, adalah kondisi
yang sangat naif, ironis, memprihatinkan, dan sekaligus menakutkan.
Membaca kembali lembaran masa lalu hanya akan memupuskan masa
depan, mengendurkan semangat, dan menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga.
Dalam Al-Qur’an, setiap kali usai menerangkan kondisi suatu kaum dan apa saja
yang telah mereka lakukan, Allah selalu mengatakan, “Itu adalah umat yang
lalu.” Begitulah, ketika suatu perkara habis, maka selesai pula urusannya. Dan
tak ada gunanya mengurai kembali bangkai zaman dan memutar kembali roda
sejarah.
Orang yang berusaha kembali ke masa lalu, adalah tak ubahnya
orang yang menumbuk tepung, atau orang yang menggergaji serbuk kayu.
Syahdan, nenek moyang kita dahulu selalu mengingatkan orang
yang meratapi masa lalunya demikian: “Janganlah engkau mengeluarkan mayat-mayat
itu dari kuburnya.” Dan konon, kata orang yang mengerti bahasa binatang,
sekawanan binatang sering bertanya kepada seekor keledai begini, “Mengapa
engkau tidak menarik gerobak?”
“Aku benci khayalan,” jawab keledai.
Adalah bencana besar, manakala kita rela mengabaikan masa
depan dan justru disibukkan oleh masa lalu. Itu, sama halnya dengan kita
mengabaikan istana-istana yang indah dan sibuk meratapi puing-puing yang telah
lapuk. Padahal betapapun seluruh manusia dan jin bersatu untuk mengembalikan
semua hal yang telah berlalu, niscaya mereka tidak akan pernah mampu. Sebab,
yang demikian itu sudah mustahil pada asalnya.
Orang yang berfikiran jernih tidak akan pernah melihat dan
sedikitpun menoleh ke belakang. Pasalnya, angin akan selalu berhembus ke depan,
air akan mengalir ke depan, setiap khafilah akan berjalan ke depan, dan segala
sesuatu bergerak maju ke depan. Maka itu, janganlah pernah melawan sunah
kehidupan!
(sumber: la tahjan)
sip ...
BalasHapusTerima Kasih..
Hapus:)